The Dreamer


counters

Minggu, 22 November 2015

makalah sistem sosial budaya aceh

SOSIAL KEBUDAYAAN ACEH
SISTEM SOSIAL BUDAYA
INDAH PUSNITA, S.SOS, M.SI

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD YUNUS                        01 14 035
RADA SANISA                                     01 14 069
PUJI YUDHA PRATAMA                   01 14 040
MELINDA                                             01 14 032
MULYA HATI A                                  01 14 0

STISIPOL CANDRADIMUKA PALEMBANG
2015/2016

KATA PENGANTAR

                        Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, karena dengan rahmat, karunia, serta taufik, dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas dalam mata kuliah Sistem Sosial Budaya dalam  pembuatan karya ilmiah berupa makalah mengenai sosial kebudayaan daerah Aceh. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Indah Pusnita.
                        kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
    
   
                     Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiahini.
    
   
                    Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
    
                                                                                     
Palembang, November 2015
    
                                                                                             
Penyusun



BAB I

PENGENALAN DAN SEJARAH ACEH


1.1  Pengenalan Wilayah Aceh

Hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara. Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah provinsi paling barat di Indonesia.
Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah. Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, danSumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber.

1.1.1  Sejarah Aceh

Pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam, Aceh merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 denganBritania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

1.1.2      Kesultanan Aceh

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulauSumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 – 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

1.1.3        Perang Aceh

Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
              Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh Panglima-panglima di pedalaman dan oleh para Ulama Aceh sampai akhirnya jepang masuk dan menggantikan peran belanda.
Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah penjajahan Nusantara.

1.1.4    Bahasa

Provinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.

1.1.5      Agama

Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam.


1.2     Sejarah dan Pengenalan Kebudayaan Aceh

Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki aneka ragam budaya yang menarik khususnya dalam bentuk tarian, kerajinan dan perayaan/kenduri. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat delapan sub suku yaitu Suku Aceh, Gayo, Alas, Aneuk Jamee, Simeulu, Kluet, Singkil, dan Tamiang. Kedelapan sub etnis mempunyai budaya yang sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Suku Gayo dan Alas merupakan suku yang mendiami dataran tinggi di kawasan Aceh Tengah dan Aceh Tenggara.

Suku bangsa yang mendiami Aceh merupakan keturunan orang-orang melayu dan Timur Tengah hal ini menyebabkan wajah-wajah orang Aceh berbeda dengan orang Indonesia yang berada di lain wilayah. Sistem kemasyarakatan suku bangsa Aceh, mata pencaharian sebagian besar masyarakat Aceh adalah bertani namun tidak sedikit juga yang berdagang. Sistem kekerabatan masyarakat Aceh mengenal Wali, Karong dan Kaom yang merupakan bagian dari sistem kekerabatan.
Agama Islam adalah agama yang paling mendominasi di Aceh oleh karena itu Aceh mendapat julukan ”Serambi Mekah”. Dari struktur masyarakat Aceh dikenal gampong, mukim, nanggroe dan sebagainya. Tetapi pada saat-saat sekarang ini upacara ceremonial yang besar-besaran hanya sebagai simbol sehingga inti dari upacara tersebut tidak tercapai. Pergeseran nilai kebudayaan tersebut terjadi karena penjajahan dan fakttor lainnya
.
1.3.    Hakekat sistem budaya Aceh adalah Agama Islam

Syariat Islam adalah Berisi hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat manusia, baik Muslim maupun non Muslim. Sumber: Al-Qur’an (sumber hukum Islam yang pertama), Hadis (seluruh perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad yang kemudian dijadikan sumber hukum), Ijtihad (untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis).
Oleh sebab itu segala cabang kehidupan: politik, ekonomi, sosial budaya tidak boleh berlawanan dengan ajaran Islam.
1.4     Sistem Kekerabatan

Kelompok kekerabatan yang terkecil adalah keluarga batih yang terdiri dari ayah,ibu dan anak-anak yang belum menikah. Namun bagi anak laki-laki sejak berumur 6 tahun hubungannya dengan orang tua mulai dibatasi. Proses sosialisasi dan enkulturasi lebih banyak berlangsung di luar lingkungan keluarga.

1.5     Kesenian

Corak kesenian Aceh memang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam, namun telah diolah dan disesuaikan dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Seni tari yang terkenal dari Aceh antara lain seudati, seudati inong, dan seudati tunang. Seni lain yang dikembangkan adalah seni kaligrafi Arab, seperti yang banyak terlihat pada berbagai ukiran mesjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainnya. Selain itu berkembang seni sastra dalam bentuk hikayat yang bernafaskan Islam, seperti Hikayat Perang Sabil.
Bentuk-bentuk kesenian Aneuk Jamee berasal dari dua budaya yang berasimilasi. Orang Aneuk Jamee mengenal kesenian seudati, dabus (dabuih), dan ratoh yang memadukan unsur tari, musik, dan seni suara. Selain itu dikenal kaba, yaitu seni bercerita tentang seorang tokoh yang dibumbui dengan dongeng.
Suatu unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari saman dan seni teater yang disebut didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di samping itu ada pula bentuk kesenian bines, guru didong, dan melengkap (seni berpidato berdasarkan adat), yang juga tidak terlupakan dari masa ke masa.


BAB II
KEBUDAYAAN ACEH

II. 1     Asimilasi dalam Budaya Aceh

Setiap bangsa mempunyai corak kebudayaan masing-masing. Kekhasan budaya yang dimiliki suatu daerah merupakan cerminan identitas daerah tersebut. Aceh memiliki banyak corak budaya yang khas.

Kebudayaan juga merupakan warisan sosial yang yang hanya dapat dimiliki oleh masyarakat yang mendukungnya. Prof Dr H Aboebakar Atjeh dalam makalahnya pada seminar Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) II, Agustus 1972 menulis bahwa pada awalnya adat dan budaya Aceh sangat kental dengan pengaruh Hindu. Ia merujuk pada beberapa buku sebelumnya yang pernah ditulis oleh ahli ketimuran.
Hal itu terjadi karena sebelum Islam masuk ke Aceh, kehidupan masyarakat Aceh sudah dipengaruhi oleh unsur hindu. Setelah Islam masuk unsur-unsur hindu yang bertentangan dengan Islam dihilangkan, namum tradisi yang dinilai tidak menyimpang tetap dipertahankan.
Semua kota-kota hindu tersebut setelah islam kuat di Aceh dihancurkan. Bekas-bekas kerajaan itu masih bisa diperiksa walau sudah tertimbun, seperti di kawasan Paya Seutui, Kecamatan Ulim (perbatasan Ulim dengan Meurah Dua), reruntuhan di Ladong. Bahkan menurut H M Zainuddin, mesjid Indrapuri dibangun diatas reruntuhan candi. Pada tahun 1830, Haji Muhammad, yang lebih dikenal sebagai Tuanku Tambusi juga meruntuhkan candi-candi dan batunya kemudian dimanfaatkan untuk membangun mesjid dan benteng-benteng.
Asimiliasi adat dan budaya itulah kemudian melahirkan budaya adat dan budaya Aceh sebagaimana yang berlaku sekarang. Sebuah ungkapan bijak dalam hadih maja disebutkan, “Mate aneuék meupat jeurat, gadoh adat pat tamita.” Ungkapan ini bukan hanya sekedar pepatah semata. Tapi juga pernyataan yang berisi penegasan tentang pentingnya melestarikan adat dan budaya sebagai pranata sosial dalam hidup bermayarakat.
Adat dan kebudayaan juga mewariskan sebuah hukum non formal dalam masyarakat, yakni hukum adat yang merupakan hukum pelengkat dari hukum yang berlaku secara umum (hukum positif). Disamping tunduk kepada hukum positif, masyarakat juga terikat dengan hukum dan ketentuan adat.
Aceh memiliki kekhasan tersendiri dalam hukum adat dengan berbagai lembaga adatnya yang sudah ada semenjak zaman kerajaan. Hukum adat tersebut telah disesuaikan dengan filosofi hukum Islam, sehingga sukar dibedakan antara hukum dan adat itu sendiri. Seperti tercermin dalam hadih maja, hukôm ngôn adat lagèë zat ngôn sifeut, syih han jeut meupisah dua.


II.2    Pola Hidup & Golongan Masyarakat Aceh

Bentuk kesatuan hidup setempat yang terkecil disebut gampong (kampung atau desa) yang dikepalai oleh seorang geucik atau kecik. Dalam setiap gampong ada sebuah meunasah (madrasah) yang dipimpin seorang imeum meunasah. Kumpulan dari beberapa gampong disebut mukim yang dipimpin oleh seorang uleebalang, yaitu para panglima yang berjasa kepada sultan.Kehidupan sosial dan keagamaan di setiap gampong dipimpin oleh pemuka-pemuka adat dan agama, seperti imeum meunasah, teungku khatib, tengku bile, dan tuha peut (penasehat adat).
                                 
Sedangkan Golongan Masyarakat aceh, pada masa lalu masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu golongan keluarga sultan, golongan uleebalang, golongan ulama, dan golongan rakyat biasa. Golongan keluarga sultan merupakan keturunan bekas sultan-sultan yang pernah berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah ampon untuk laki-laki, dan cut untuk perempuan. Golongan uleebalang adalah orang-orang keturunan bawahan para sultan yang menguasai daerah-daerah kecil di bawah kerajaan. Biasanya mereka bergelar Teuku. Sedangkan para ulama atau pemuka agama lazim disebut Teungku atau Tengku.





BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Aceh adalah salah satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia paling barat, yang memiliki ragam budaya, kesenian, pola hidup, dan bahasa, dan lain sebagainya. Budaya yang beragam tersebut berasal dari nenek moyang terdahulu, ditambah budaya campuran, yang diadaptasi dari sejarah terdahulu yang pernah dilewati di wilayah Aceh sendiri. Aceh sempat porak-poranda ketika tsunami terjadi pada 26 Desember 2004.  Kebudayaan Aceh pun mulai berubah. Aceh dikenal dengan kota serambi mekah, karena selain mayoritas penduduknya memeluk agama islam, peraturan islam pun cukup ketat, dan selalu ditegakkan. Tapi, semakin bertambahnya tahun, berkembangnya budaya, sempat terlihat adanya perubahan dalam budaya berjilbab pada kaum wanita di Aceh. Pasca-tsunami, wanita tanpa jilbab terlihat biasa saja dan tidak aneh. Berbanding terbalik ketika pra-tsunami, dimana wanita tanpa jilbab terlihat aneh di Aceh. Ditambah lagi adanya komunitas punk di Aceh, sebagai ekspresi dalam berkarya, gaya hidup, dan bersosialisasi. Komunitas punk terlihat asing bagi pemerintah kota Aceh dan warga setempat, karena dandanannya yang nyentrik, dan terkesan urakan. Itu semua bertentangan dengan budaya Aceh yang memiliki tingkat kedisiplinan yang cukup tinggi dalam menjalani aktivitas sehari-hari.








DAFTAR PUSTAKA

            http_masyarakat_aceh_info526.htmltp://carapedia.com/pola_hidup_golong (diakses pada 2 Nov 2015)



http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh  (diakses pada 2 Nov 2015)







Makala Mengolah kecemasan dan ketidakpastian

BAB I
Pendahuluan


I.2 Latar Belakang

            Penulisan makalah ini dilatar belakangi sebagai tugas Ujian Tengah Semester dari  mata kuliah Teori  Komunikasi, merupakan suatu kewajiban mahasiswa untuk menerima dan mengerjakan tugas dari dosen yang mengampuh mata kuiah nya masing-masing. Dan pada mata kuliah Teori Komunikasi yang di ampuh oleh Ibu Sumarni Bayu Anita S.Sos, MA ini mahasiswa di berikan tugas untuk menganalisa salah satu teori komunikasi yang ada pada buku Morissan yang kemudian dikaitakan pada objek penelitiannya.

            Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah lepas dari komunikasi. Dimana pun dan kapanpun kita memerlukan komunikasi, baik itu komunikasi secara verbal, non verbal, langsung, tak langsung, dengan orang banyak atau dengan satu orang, dengan diri sendiri pun kita bisa dikatakan berkomunikasi. Dalam kehidupan kita pasti bertemu dengan sesuatu yang baru, contohnya saja orang yang baru kita kenal, ataupun suatu perkumpulan, dan lingkungan masyarakat beserta budaya yang mereka miliki. Dalam melakukan komunikasi dengan lingkungan yang baru, terkadang kita merasakan ketidak nyamanan, merasa canggung, kecemasan, dan ketidak pastian dalam berkomunikasi serta bertindak. Hal ini la yang akan dibahas pada analisa ini yaitu Teori Mengelolah Kecemasan dan Ketidakpastian yang akan dikaitkan dengan suatu objek/permasalahan yang terjadi.

            Sangat banyak tokoh-tokoh dalam ilmu komunikasi yang meneliti mengenai teori komunikasi hal ini terlihat dengan banyaknya teori-teori yanh ditemukan. Hal ini dikarenakan ilmu komunikasi merupakan ilmu yang Multidisiplin yaitu ilmu yang berkaitan dengan ilmu-ilmu yang lain. Hal ini dapat dilihat dengan banyak nya bermunculan tokoh-tokoh komunikasi yang berasal dari disiplin ilmu lain, seperti dari psikologi, sosial/masyarakat, politik, statistika, dan disiplin ilmu lainnya.

Dalam buku Morissan saja sangat banyak teori yang bisa dipelajari yang terbagi atas lima level komunikasi. Mulai dari level individu hingga komunikasi massa.  Tentunya teori-teori tersebut merupakan teori yang telah dibuktikan dan di teliti oleh tokoh-tokoh dalam ilmu komunikasi yang berasal dari disiplin ilmu lain.

            Saya pun menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan sehingg kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan. Untuk perbaikan saya kedepannya. Dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat baik untuk diri saya sendiri selaku penulis sekaligus pengarang maupun untuk yang mebacanya.

I.2 Rumusan Masalah

            Perumusan Masalah pada analisa ini yaitu ;
1.      Pengertian Teori Komunikasi
2.      Pengertian Teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian
3.      Kecemasan dan ketidakpastian mahasiswa dari luar kota
4.      Bagaimana  Penerapan objek atau kaitannya dengan teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian
5.      Konklusi teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian terhadap objek penelitian

I.3  Tujuan

            Penulisan makalah dan analisa ini dilakukan untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester mata kuliah Teori Komunikasi, selain itu analisa dan penulisan dilakukan untuk menambah pemahaman dan wawasan mengenai Teori Komunikasi khususnya Teori mengolah kecemasan dan ketidak pastian yang terdapat pada bab 5 dalam buku Morissan.

            Berbeda nya budaya antara orang yang hidup di daerah dengan orang yang menetap dikota membuat saya tertarik untuk mengetahui dan memahami nya dalam sebuah teori komunikasi, kecemasan mahasiswa yang berasal dari daerah  dengan kaitannya dalam teori komunikasi akan dibahas lebih detail dalam makalah ini.
BAB II
Teori Komunikasi


            Teori Komunikasi adalah suatu pandangan dan strategi yang akan membentuk alat dan rangka kerja untuk sesuatu perkara yang hendak dilaksanakan dalam proses komunikasi, teori ini akan membentuk kaidah komunikasi yang hendak dibuat. Sangat banyak teori komunikasi yang telah ditemukan dan  di teliti oleh para ilmuan atau tokoh-tokoh dari komunikasi maupun dari disiplin ilmu lain.

Teori Komunikasi mengelolah kecemasan dan ketidakpastian dikembangkan oleh William Gudykunst secara signifikan dengan melihat bagaimana ketidakpastian dan kecemasan dalam situasi berbeda. Perbedaaan ini dilihat dari asal budaya seorang, apakah seorang itu berasal dari budaya konteks tinggi atau budaya konteks rendah.

Budaya konteks tinggi (high context cultures) yaitu budaya yang mengandalkan tanda-tanda dan informasi nonverbal mengenai latar belakang seorang untuk mengurangi ketidakpastian. Budaya konteks rendah yaitu budaya yang langsung mengajukan pertanyaan kepada orang bersangkutan mengenai pengalaman, sikap, dan kepercayaannya.

Setiap orang memiliki level yang berbeda dalam menangani ketidakpastian dan kecemasan. Jika level ketidakpastian anda melampaui batas atas yang dimiliki, maka kepercayaan anda akan berkurang, dan jika level kecemasan anda terlalu tinggi, maka akan menghindari komunikasi sama sekali. Dalam hal ini terdapat pula batas bawah, jika ketidakpastian dan kecemasan anda lebih rendah dari batas bawah maka motivasi anda untuk berkomunikasi juga akan hilang.

Dengan demikian level ketidakpastian dan kecemasan yang ideal bagi situasi komunikasi antar budaya terletak diantara ambang batas dan ambang bawah, yang akan memotivasi seorang untuk berkomunikasi sehingga ia akan menggunakan strategi pengurangan ketidakpastian.

BAB III
Pembahasan

III. 1  Objek Penelitian

            Lahir dan tinggal jauh dari perkotaan merupakan pilihan hidup manusia khususnya masyarakat di Indonesia yang sangat luas wilayah nya dan sangat pesat pertumbuhan penduduk nya. Gaya hidup, norma, pola fikir, serta budaya pastilah berbeda dengan hidup di kota, apalagi kota tersebut kota besar, kota internasional, kota metropolitan, dan sebutan lain dari kota  besar di Indonesia.

Perbedaan tersebut tidak lantas membuat semua orang yang berasal dari daerah merasa aneh, kaget, ataupun merasa tidak nyaman saat seorang yang berasal dari daerah pertama kali tinggal dikota dan mengetahui serta memahami prilaku masyarakat kota. Hal seperti ini tidak hanya dialami oleh orang yang berasal dari daerah saja, biasanya juga dialami oleh seorang yang berasal dari kota, tapi hal seperti ini di pengaruhi oleh pengetahuan dan kondisi psikologi atau jiwa individu masing-masing sehingga tidak semua individu seperti itu.

Sangat banyak mahasiswa yang berasal dari daerah yang kemudian mengharuskan mereka untuk tinggal dan hidup jauh dari daerah asalnya, daerah dimana mereka dilahirkan, tumbuh besar, dan membentuk jiwa dan kepribadiannya lewat budaya atau kebiasaan daerahnya yang berbeda dari masyarak perkotaan, hal seperti inila yang biasa membuat beberapa orang atau mahasiswa berat untuk tinggal dikota, kebiasaan masyarakat daerah nya selalu menghantui mereka.

Kecemasan dan ketidakpastian biasanya timbul karena susahnya individu tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan. Baik itu lingkungan masyarakat nya maupun lingkungan di kampusnya, tetntunya ini dapat mempengaruhi kefokusan individu tersebut dalam menerima ilmu, memahami mata kuliah, serta sosialisasi dirinya terhadap lingkungannya.

III.2 Analisis Teori Terhadap Objek

III.2.1  Kecemasan dan Ketidakpastian Mahasiswa Asal Daerah

            Dalam berinteraksi, setiap orang mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam diri yang dapat mempengaruhi kelanjutan hubungan antar individu. Kecemasan dan ketidakpastian inii disebabkan oleh berbagai factor diantaranya kurangnya pengetahuan akan situasi lingkungan barunya dan perbedaan budaya. Kecemasan dan ketidakpastian dikenal juga sebagai Communication Apprehension (CA). Communication Apprehension (CA) mengacu pada kondisi yang membuat individu cenderung mengalami kecemasan saat berkomunikasi dengan orang lain.

Mahasiswa asal daerah yang pertama kali tinggal di perkotaan terkadang sulit beradaptasi dengan lingkungannya jika individu tersebut masih sangat berketergantungan dan tidak bisa mengontrol dirinya untuk bersosialisasi terhadap lingkugan. Individu yang seperti ini biasanya terlihat tertutup walaupun sebenernya dia sangat ingin bersosialisasi namun ketika dia merasa ketidak nyamanan dalam lingkungannya dia hanya memilih diam.

            Teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian juga dikaitakan dan disebut sebagai teori komunikasi antar budaya  oleh sebab itu pada pembahasan ini saya membahas mengenai kecemasan dan ketidakpastian Mahasiswa asal daerah yang menetap di kota.

Perbedaan budaya biasanya membuat individu terasa tidak nyaman dalam menjalani hidupnya di tempatnya yang baru, ketidaknyamanan menimbulkan terhambatnya proses sosialisasi diri yang sebenarnya sangat penting bagi seorang ketika menempati suatu tempat yang baru, terhambatnya sosialisasi akibat dari rasa kecemasan dan ketidak pastian dari diri individu seorang dan rasa kecemasan serta ketidak pastian inila yang menjadi penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar individu tersebut dengan lingkungannya.

Individu yang berasal dari daerah biasanya pola fikir, kebiasaan, dan pandangannya terhadap lingkungan masih sangat dipengaruhi oleh kebudayaan dari daerahnya. pemikiran tersebut membuat tingkah laku nya di lingkungan yang baru biasanya mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam bertindak dan berkomunikasi.  Hal ini membuat seorang individu tersebut mendapat kesulitan untuk berkomunikasi terhadap lingkungannya, terlebih dengan orang-orang yang tidak memahami nya.
Kecemasan dan ketidakpastian yang dialami mahasiswa dari luar kota/daerah dapat digambarkan pada table berikut :
Masalah Mahasiswa dari luar kota
Penyebab kecemasan
Penyebab Ketidakpastian
Masalah 1
Perbedaan gaya hidup dan kebiasaan
Menyamakan kondisi dan situasi dilingkungan baru dengan kondisi di daerah asal
Masalah 2
Perbedaan gaya hidup, kebiasaan, dan bahasa
Kurangnya pengetahuan tentang kondisi dan situasi dilingkungan baru
Masalah 3
Perbedaan gaya hidup dan kebiasaan
Perbedaan antara kondisi dan situasi yang diharapkan dengan kenyataan yang ditemukan
Perbedaan kebiasaan dalam lingkungan lebih dominan dalam penyebab dari kecemasan mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Hal ini disebabkan karena pada umumnya individu yang berasal dari daerah terbiasa dengan lingkungan sosial yang kekeluargaan. Kekeluargaan ini terlihat dalam prilaku masyarakat seperti saling menyapa, saling tolong menolong tanpa pamrih, dan saling berbagi. Akan tetapi biasanya kondisi seperti ini tidak ditemukan atau jarang  dilingkungan  masyarakat perkotaan. Faktor lain yang mempengaruhi kecemasan mahasiswa dari luar kota yaitu perbedaan gaya hidup, mahasisa yang berasal dari luar kota khusus nya dari daerah perdesaan  bisanya tetap menempatkan diri sebagai masyarakat desa dengan karakter ramah, sopan, dan sederhana. Sementara dalam perbedaan bahasa biasanya tidak terlalu signifikan walaupun masih ada yang merasa cemas dan tidak percaya diri dalam perbedaan bahasa ini, menurut saya masalah bahasa dapat dikatakan masalah yang tidak terlalu berpengaruh besar dalam kecemasan yang di alami individu dari luar kota hal ini di karenakan bahasa daerah dalam satu provinsi khusus nya di sumsel tidak terlalu banyak perbedaan, sehingga individu yang berasal dari daerah tidak terlalu sulit untuk beradaptasi dengan bahasa, apalagi dalam kota Palembang, banyak individu yang berasal dari luar kota Palembang yang cepat beradaptasi dalam menggunakan bahasa Palembang.

Mahasiswa dari luar daerah biasanya mengalami ketidakpastian dalam berinteraksi dengan lingkungan barunya. Ketidakpastian merupakan ketidakmampuan seorang untuk memprediksi atau menjelaskan prilaku, perasaan, sikap, dan nilai-nilai. Sedangkan kecemasan merujuk pada perasaan gelisah, tegang, khawatir, dan cemas terhadap sesuatu yang akan terjadi. Ketidakpastian yang dialami ini terjadi akibat individu tersebut tidak memiliki informasi yang memadai mengenai lingkungan barunya. Ketidakpastian ini biasa terlihat pada prilaku individu tersebut yang bersifat pasif dan diam dimasa awal interaksi.

Individu/mahasiswa yang datang dari luar kota untuk menempuh pendidikan di kota ada yang memang belum pernah tinggal di kota, selain itu, mereka juga tidak memiliki referensi ataupun informasi mengenai kondisi, situasi, dan karakteristik lingkungan perkotaan yang akan mereka tempati.

III.2.2   Pengelolaan Kecemasan dan Ketidakpastian dalam individu

            Pengurangan ketidakpastian dimungkinkan terjadi ketika individu memiliki motivasi untuk mengurangi ketidakpastian berdasarkan tiga syarat, yakni insentif, deviasi/penyimpangan, dan antisipasi terhadap interaksi dimasa depan (Littlejohn&Foss,2009;977). Pada umumnya individu yang berasal dari luar kota, telebih mahasiswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengurangi ketidakpastian. Mahasiswa yang berasal dari luar kota biasanya selalu memberanikan diri untuk mengurangi kecemasan dan ketidakpastiannya dengan cara selalu memulai interaksi  dengan lingkungannya. Hal ini bisa terjadi jika individu tersebut menyadari bahwa jika dia tidak berinteraksi dengan lingkungannya yang baru maka individu tersebut merasa tidak kan bisa mungkin bertahan selama menjalankan hidup di perkotaan.

            Mengurangi ketidakpastian dan kecemasan adalah dengan cara mencari, mengumpulkan, dan mencoba memahami informasi. Pencarian informasi ini dapat dilakukan dengan tiga strategi atau cara yaitu, strategi pasif, strategi aktif, dan strategi interaktif. Namun biasanya individu tersebut banyak menggunakan strategi interaktif ini terlihat adanya inisiatif untuk menyapa, berkenalan, dan bertanya. Strategi ini banyak digunakan karena lebih nyaman dan lebih cepat menyesuaikan diri, strategi ini juga biasa digunakan untuk masuk ke dalam suatu kelompok sosial.

            Pada dasarnya, mahasiswa yang berasal dari luar daerah memiliki kekuatan kepribadian yang cukup besar, hal ini terlihat dari kepercayaan diri mereka saat memulai interaksi dengan orang lain yang belum dikenalnya. Keberanian memang menjadi modal dasar dari individu tersebut karena tanpa keberanian akan sulit bagi individu tersebut untuk beradaptasi dan bersosialisasi dengan orang-orang sekitarnya yang baru ia kenal. Menurut saya yang juga berasal dari daerah, seorang individu apalagi mahasiswa yang berasal dari daerah atau luar kota, atau orang desa akan cemderung untuk diasingkan, dan akan lebih terasing jika individu tersebut tidak berani untuk memulai interaksi. Meskipun dengan seribu keterbatasan yang ia miliki, individu tersebut harus tetap aktif terlebih status nya sebagai mahasiswa untuk bersosialisasi kepada masyarakat, baik itu di lingkungan baru nya untuk mensosialisasikan diri ataupun di lingkungan daerah nya saat ia pulang untuk mensosialisasikan kehidupan di perkotaan, dan ilmu yang ia dapat.

            Pengurangan kecemasan dan ketidakpastian dengan strategi interaktif yang dilakukan oleh individu yang berasal dari luar kota tersebut menandakan bahwa mahasiswa perantau berasal dari latar belakang budaya konteks tinggi (high context culture).

            Perbedaan mendasar dari pengelolaan kecemasan dan ketidakpastian antara individu yang berasal dari budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah tampak dari tahap awal interraksi. Individu yang berasal dari konteks budaya tinggi tidak terlalu mempehatikan isi dari pesan verbal yang disampaikan lawan bicaranya, ia hanya focus pada bagaimana lawan bicara nya terdebut berinteraksi. Sedangkan individu yang berasal dari budaya konteks rendah lebih berhati-hati dalam melakukan pendekatan dan interaksi dengan lawan bicaranya yang berasal dari lingkungan barunya tersebut.

III.3 Konklusi Analisis

            Analisis mengenai kecemasan dan ketidakpastian yang di alami oleh mahasiswa yang berasal dari daerah dapat di konklusikan dalam table berikut ;

Teori
Penerapan
Hasil
Teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian
Mahasiswa/individu harus menyadari betapa pentingnya interaksi/komunikasi yang harus dia lakukan kepada lingkungan yang barunya, untuk mencoba belajar, memahami, dan mencoba beradaptasi pada lingkungannya tersebut
Mahasiswa/individu akan mendapatkan motivasi dan keberanian untuk melakukan interaksi/komunikasi terlebih dulu kepada lingkungan baru nya
Teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian
Mahasiswa/individu harus mempunyai motivasi untuk mengurangi ketidakpastian dan kecemasan dalam dirinya dengan cara memberanikan diri untuk memulai interaksi dengan lingkungannya
Hal ini akan menghasilkan respon positif dari lingkugan sekitarnya, karena individu baru tersebut telah memberikan respon yang baik terhadap lingkungannya dengan cara mencoba melakukan  penyesuaian diri.
Teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian
mencari, mengumpulkan,dan mencoba memahami informasi  mengenai lingkungan baru nya
Individu akan semakin berani dan percaya diri untuk berinteraksi, rasa kecemasan dan ketidakpasianpun mulai berkurang.

BAB IV
PENUTUP


Kesimpulan   
                        Teori Komunikasi adalah suatu pandangan dan strategi yang akan membentuk alat dan rangka kerja untuk sesuatu perkara yang hendak dilaksanakan dalam proses komunikasi, teori ini akan membentuk kaidah komunikasi yang hendak dibuat. Teori mengolah kecemasan dan ketidakpastian yaitu pandangan yang digunakan dalam penyesuaian individu untuk masuk kedalam suatu budaya baru. Mahasiswa yang berasal dari luar kota biasanya mengalami kecemasan dan ketidakpastian saat menempati lingkungan yang baru karena perbedaan budaya.
                        Setiap orang pasti mengalami kecemasan dan ketidakpastian dalam berkomunikasi, terlebih saat berkomunikasi dengan orang atau lingkungan yang baru ia kenal.ini disebabkan oleh perbedaan budaya, tata cara, serta kebiasaan dari lingkungan individu tersebut dan di tambah dengan minim nya informasi yang kita ketahui. “informasi sangatlah penting dalam kehidupan sosial kita, karena jika mempunyai sedikit informasi komunikasi kita akan terganggu dengan rasa kecemasan dan ketidakpastian”.          


Daftar Pustaka
           
Buku      :
       Morissan. Teori Komunikasi ‘individu hingga massa’. Jakarta: Kencana. 2013
Website   :
                          https://id.m.wikipedia.org.wiki/teori_komunikasi  (di akses pada 29 Oktober 2015)
                          www.academia.edu/4576633/TEORI_KOMUNIKASI _ANTARBUDAYA  (diakses pada 29 oktober  2015)

                          https://id.m.wikipedia.org.wiki/kecemasanKetidakpastian (di akses pada 29 oktober 2015)